LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI HEWAN



LAPORAN PRAKTIKUM
ANATOMI FISIOLOGI HEWAN

PENENTUAN JUMLAH KOMPONEN DARAH



Oleh:
Alfeus Risky Defika
135090101111038
Asisten PJ:
Isna Arofatun Nikmah




Description: SC20131016-204105.png
 








LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
PENENTUAN JUMLAH KOMPONEN DARAH

Alfeus Risky Defika
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang

ABSTRAK
           
            Radikal bebas yang berlebihan memiliki efek negatif ketika merusak protein, lemak, dan asam nukleat, sehingga dapat disebut bahwa radikal bebas dapat merusak sel-sel hati. Radikal bebas dapat diredam antioksidan. Daun sambiloto memiliki senyawa andrographolid yang berfungsi sebagai hepatoprotektor, karena andrographolid merupakan derivat flavonoid yang berperan sebagai antioksidan. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui komponen darah dan faktor yang mempengaruhinya. Prosedur dilakukan dengan memberikan perlakuan oral crude extract daun sambiloto dan perlakuan kontrol diberi air pada mencit selama 1 minggu. Setelah itu darah mencit diambil, jumlah eritrosit dan leukosit dihitung dengan hemositometer. Pemberian ekstrak daun sambiloto setiap pagi hari sebelum makan selama 1 minggu pada mencit, menyebabkan peningkatan jumlah leukosit dalam darah. Dosis yang benar-benar dapat meningkatkan jumlah leukosit darah adalah dosis kedua yang berkisar 10 kali lebih banyak daripada dosis 1. Ekstrak daun sambiloto mengandung nutrien yang tinggi yang berfungsi sebagai imunostimulan.
           
Kata kunci: Andrographis paniculata Ness, hemositometer, leukosit, imunostimulan, Mus muscullus





BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Radikal bebas yang berlebihan memiliki efek negatif ketika merusak protein, lemak, dan asam nukleat, sehingga dapat disebut bahwa radikal bebas dapat merusak sel-sel hati. Radikal bebas dapat diredam antioksidan. Antioksidan dapat diperoleh dari buah ataupun sayur-sayuran. Daun sambiloto memiliki senyawa andrographolid yang berfungsi sebagai hepatoprotektor, karena andrographolid merupakan derivate flavonoid yang berperan sebagai antioksidan (Wahyuni, 2005).
            Fungsi darah adalah untuk transportasi berbagai macam molekul seperti oksigen, karbondioksida, nutrisi, metabolit, vitamin, elektrolit, dan lain-lain. Selain itu, darah juga berfungsi untuk mempertahankan panas tubuh dan pengiriman sinyal hormon serta sebagai buffer dan sistem pertahanan tubuh. Darah terdiri dari cairan (plasma) yang berbentuk elemen sel darah merah untuk transport oksigen dan berperan dalam pengaturan pH tubuh, serta sel darah putih yang dibagi menjadi neutrofil, eosinofil, basofil bergranula, monosit, dan limfosit (Despopoulos dan Silbernagl, 2003).
            Berdasarkan latar belakang tersebut, praktikum Penentuan Jumlah Komponen Darah Dan Kadar Hb ini perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan praktikan. Pemahaman akan Penentuan Jumlah Komponen Darah Dan Kadar Hb akan membantu praktikan dalam menentukan jumlah komponen darah dan Hb yang dipengaruhi oleh pemberian ekstrak tertentu.

1.2. Rumusan Masalah
            Rumusan masalah pada praktikum ini adalah: Bagaimanakah komponen darah dan faktor yang mempengaruhinya?

1.3. Tujuan
            Tujuan diadakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui komponen darah dan faktor yang mempengaruhinya.


1.4. Manfaat
            Setelah praktikum ini diharapkan praktikan dapat meningkatkan kemampuannya dalam menganalisa komponen darah dan yang mempengaruhinya untuk keperluan pengobatan dan diagnosa serta terapi untuk beberapa penyakit yang berhubungan dengan darah.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Macam-macam Komponen Darah
1.    Plasma Darah
            Sekitar 55% penyusun darah adalah plasma. Plasma sebagian besar adalah air. Plasma mentransport sel darah dan platelet, dan lebih dari ribuan substansi lainnya. sebagian besar substansi ini adalah protein plasma yang berbeda, yang memiliki fungsi bervariasi. Protein plasma menentukan volume cairan darah. Dua per tiga dari protein plasma adalah molekul albumin yang dibentuk di hati. Karena konsentrasinya yang tinggi, albumin menjadi pengaruh utama pada pergerakan osmotic air yang masuk dan keluar darah (Starr dan McMillan, 2010).
            Albumin juga membawa beberapa zat kimia dalam darah, dari sisa zat metabolik hingga obat-obatan. Albumin yang terlalu sedikit adalah penyebab dari edema, pembengkakan yang muncul ketika air meninggalkan darah dan masuk ke jaringan. Protein plasma lain  termasuk protein hormon dan terlibat dalam imunitas dan penggumpalan. Plasma juga mengandung ion, glukosa dan gula sederhana lain, asam amino, molekul penghubung, dan udara terlarut seperti oksigen, karbondioksida, dan nitrogen. Ion-ion seperti Natrium, Klorin, Hidrogen, dan Kalium membantu memlihara volume dan pH cairan ekstraseluler (Starr dan McMillan, 2010).

2.    Sel darah
a)    Sel Darah Merah
            Sekitar 45% kandungan darah adalah eritrosit atau sel darah merah. Setiap sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf. Warna merah sel berasal dari kandungan logan protein hemoglobin. Hemoglobin membawa oksigen yang dibutuhkan tubuh untuk respirasi. Sel darah merah juga membawa sisa karbondioksida. Sel darah merah lahir dari sel batang di sumsum tulang (Starr dan McMillan, 2010).
 














Gambar 1. Komponen Sel Darah (Starr dan McMillan, 2010)

b)    Sel Darah Putih
Leukosit atau sel darah putih menyusun sebagian kecil darah. Leukosit berfungsi dalam penjagaan dan pertahanan tubuh. Beberapa benda asing mati atau digunakan oleh sel, atau untuk materi teridentifikasi sebagai benda asing oleh tubuh. Target lain atau yang akan dihancurkan agen penhancur penyakit contohnya seperti bakteri atau virus. Semua jenis sel darah putih berasal dari sel batang di sumsum tulang. Dalam berbagai jenis sel, intinya juga bermacam-macam dalam bentuk dan ukurannya yang semuanya berbeda satu sama lain. Granulosit termasuk neutrofil, eosinofil, dan basofil. Ketika sel-sel tersebut diwarnai, bermacam granula dapat dilihat pada sitoplasmanya. Leukosit yang utama adalah neutrofil. Neutrofil dan eosinofil, basofil dan sel tiang memiliki peran dalam pertahanan tubuh. Leukosit yang disebut agranulosa tidak dapat dilihat granula pada sitoplasmanya. Salah satunya adalah monosit yang berkembang menjadi makofag, yakni pemakan dan penghancur mikroba. Jenis yang lain adalah limfosit (sel B, sel T, dan sel penghancur alami), beroperasi dalam merespon imun. Sebagian besar sel darah putih hiduphanya beberapa hari atau hanya ketika tubuh terinfeksi dan mungkin hanya beberapa jam. Jenis yang lain mungkin bisa hidup bertahun-tahun (Starr dan McMillan, 2010).
 

















Gambar 2. Darah mengandung berbagai macam sel darah (Starr dan McMillan, 2010)

2.2. Golongan Darah
            Penentuan golongan darah dilakukan berdasarkan adanya antigen di permukaan eritrosit. Antigen ini disebut aglutinogen. Pada plasma darah juga terdapat antibody tertentu yang disebut aglutinin. Aglutinin ini akan bereaksi terhadap aglutinogen yang berbeda dari aglutinogen yang terdapat pada eritrosit dan dapat menyebabkan penggumpalan eritrosit (aglutinasi). Darah dibagi ke dalam berbagai golongan berdasarkan tipe entigen yang terdapat pada eritrositnya. Ada dua macam tipe penggolongan darah, yaitu (Ermawati, 2011):
1.    Golongan darah tipe A, B, O
Penggolongan darah pada tipe ini berdasarkan keberadaan dua aglutinogen pada eritrositnya. Kedua aglutinogen itu adalah aglutinogen A dan B. Selain itu dalam plasmanya juga ditemukan aglutinin a dan b. Menurut tipe darah ini, darah dikelompokkan dalam 4 macam, yaitu:
1)    Golongan darah A, eritrositnya mengandung aglutinogen A dan plasma darahnya mengandung aglutinin b.
2)    Golongan darah B, eritrositnya mengandung aglutinogen B dan plasma darahnya mengandung aglutinin a.
3)    Golongan darah AB, eritrositnya mengandung aglutinogen A dan B dan plasma darahnya tidak mengandung aglutinin
4)    Golongan darah O, eritrositnya tidak mengandung aglutinogen dan plasma darahnya mengandung aglutinin a dan b.
 






















Gambar 3. Sistem antigen ABO dan Rh pada eritrosit (A) tipe ABO (B) Contoh Rh- dan Rh+ (Layman, 2004)

2.    Golongan darah tipe rhesus (RH)
Ditemukan pada tahun 1940 oleh Karl Landsteiner dan Weiner. Dinamakan rhesus karena dalam riset digunakan darah kera rhesus (Macaca mulatta), salah satu spesies kera paling banyak dijumpai di India dan China. Jika pada sistem ABO penentuan golongan darah didasarkan ada tidaknya antigen A dan B, pada tipe Rh, golongan darah ditentukan berdasar ada tidaknya antigen Rh (dikenal juga sebagai antigen D). Jika seseorang tidak memiliki antigen R, maka ia memiliki darah dengan Rh negatif (Rh-). Sebaliknya jika ditemukan antigen Rh, maka orang tersebut memiliki darah dengan Rh positif (Rh+).

2.3. Penentuan kadar Hb dengan Metode Sahli
            Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan yang paling sederhana adalah metode sahli, dan yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin.. Pada metode Sahli, hemoglobin dihidrolisis dengan HCl menjadi globin ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang akan segera bereaksi dengan ion Cl membentuk ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin yang berwarna cokelat. Warna yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna standar (hanya dengan mata telanjang). Untuk memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan, yang diubah adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat dengan cara pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan warna standar. Karena yang membandingkan adalah dengan mata telanjang, maka subjektivitas sangat berpengaruh. Di samping faktor mata, faktor lain, misalnya ketajaman, penyinaran dan sebagainya dapat mempengaruhi hasil pembacaan. Meskipun demikian untuk pemeriksaan di daerah yang belum mempunyai peralatan canggih atau pemeriksaan di lapangan, metode sahli ini masih memadai dan bila pemeriksaannya telat terlatih hasilnya dapat diandalkan (Bachyar, 2002).
            Prosedur pemeriksaan dengan metode sahli (Lyza, 2010):
a.    Reagensia :
1. HCl 0,1 N
2. Aquadest
b.    Alat/sarana :
1. Pipet hemoglobin
2. Alat sahli
3. Pipet pastur
4. Pengaduk
c.    Prosedur kerja :
1. Masukkan HCl 0,1 N ke dalam tabung Sahli sampai angka 2
2. Bersihkan ujung jari yang akan diambil darahnya dengan larutan desinfektan (alcohol 70%, betadin dan sebagainya), kemudian tusuk dengan lancet atau alat lain
3. Isap dengan pipet hemoglobin sampai melewati batas, bersihkan ujung pipet, kemudian teteskan darah sampai ke tanda batas dengan cara menggeserkan ujung pipet ke kertas saring/kertas tisu.
4. Masukkan pipet yang berisi darah ke dalam tabung hemoglobin, sampai ujung pipet menempel pada dasar tabung, kemudian tiup pelan-pelan. Usahakan agar tidak timbul gelembung udara. Bilas sisa darah yang menempel pada dinding pipet dengan cara menghisap HCl dan meniupnya lagi sebanyak 3-4 kali.
5. Campur sampai rata dan diamkan selama kurang lebih 10 menit.
6. Masukkan ke dalam alat pembanding, encerkan dengan aquadest tetes demi tetes sampai warna larutan (setelah diaduk sampai homogen) sama dengan warna gelas dari alat pembanding. Bila sudah sama, baca kadar hemoglobin pada skala tabung.

2.4. Pengaturan Sonde
            Pemasangan selang nasogastrik (NG) meliputi penempatan selang plastik yang lentur melalui naso­faring klien ke dalam lambung. Selang mempunyai lumen pipa yang memungkinkan baik pembuang­an sekresi lambung dari dan memasukkan larutan ke dalam lambung. Prosedur sonde diawali dengan menyiapkan alat sonde yang sudah steril dan larutan yang akan disonde. Penyonde mencuci tangannya dan memakai handscoen. Lubang hidung probandus dibersihkan. Sonde lambung diukur dari hidung ke telinga lalu ke processus x tanda (diplester). Ujung pipa dilicinkan dengan lumbricant/jelly. Pangkal pipa/sonde dijepit dengan klem. Sonde dimasukkan melalui hidung  perlahan-lahan sampai probandus menelannya. Sonde dicek apakah telah masuk ke lambung dengan cara memasukkan udara menggunakan spuit 5 cc/ 3 cc ke dalam lambung dan diauskultasi dengan stetoskop atau dengan mengisap cairan lambung dengan spuit dan mengukur tingkat keasaman lambung dengan pH strip (Skill Lab, 2014).
            Pada langkah pemberian diet sonde, mulai memasang spuit 20 cc, 30 cc, atau 50 cc pada pangkal pipa/sonde kemudian masukkan air matang ± 15 cc (sebelumnya pipa dijepit dulu dengan klem).  Klem penjepit dibuka perlahan-lahan. Cairan dimasukkan secara terus-menerus sebelum spuit kosong. Bila makanan habis, sonde dibilas dengan air matang sampai bersih kemudian sonde diklem. Pangkal sonde ditutup dengan kasa steril. Bila sonde dipasang permanen, fiksasi dengan plester. Klem dirapikan dan diselimuti dengan baik. Penyonde mencuci tangannya, alat dan kotoran dibuang pada tempatnya. Lakukan irigasi teratur dengan volume cairan sedikit untuk mempertahankan kepatenan. Perawatan mulut pada probandus sebaiknya dilakukan lebih sering. Berikan krim atau gliserin pada bibir untuk mempertahankan kelembaban. Jangan lupa untuk mengecek apakah sonde terpasang dengan baik serta makanan dan minuman dapat masuk dan tidak terjadi aspirasi (Skill Lab, 2014).

2.5. Daun Sambiloto (Andrographis paniculata)
           Herba sambiloto Andrographis paniculata merupakan salah satu bahan obat tradisional yang paling banyak dipakai di Indonesia dan telah terkenal sejak abad 18. Sambiloto banyak dijumpai hampir di seluruh kepulauan nusantara. Secara taksonomi sambiloto diklasifikasikan sebagai berikut (Dalimunthe, 2009):
Divisi              : Spermatophyta
Kelas              : Dycotyledonae
Ordo              : Personales
Famili             : Acanthaceae
Genus            : Andrographis
Spesies          : Andrographis paniculata
           Sambiloto digunakan sebagai diuretika dan antipiretika, bersama-sama kumis kucing Orthosiphon stamineus digunakan sebagai obat kencing manis. Penggunaan tersebut didasarkan karena sambiloto memiliki rasa yang pahit, sehingga diharapkan dapat menyembuhkan kencing manis. Ekstrak sambiloto juga dapat meningkatkan pertahanan tubuh dari infeksi staphylococcus aureus yang disebabkan oleh meningkatnya neutrofil, limfosit, dan perbaikan jaringan paru-paru, hati, dan ginjal. Kandungan utama daun sambiloto adalah diterpenoid lactones, paniculides, farnesols, saponin, alkaloid, tanin, laktone, panikulin, kalmegin, hablur kuning, dan flavonoid (Dalimunthe, 2009).
Description: sambiloto.jpg
 














Gambar 4. Sambiloto (Jamuborobudur, 2013)





















BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilaksanakan pada 25 November 2014 pukul 15.00-17.00 WIB bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.

3.2. Alat dan Bahan
            Bahan yang digunakan adalah mencit (Mus muscullus), daun sambiloto (Andrographis paniculata, Ness), larutan turk, larutan Hayem, dan larutan HCl 0.1 N. Alat yang digunakan antara lain: beaker glass, mikropipet, gelas kimia, sonde, timbangan digital, spuit 1 mL, magnetic-stirer, spidol, kertas saring, kertas tisu, mikroskop, dan tabung vacutainer (EDTA).

3.3. Cara kerja
            Mencit ditimbang setiap hari sebelum perlakuan. Daun sambiloto ditimbang sesuai dengan perhitungan masing-masing dosis. Daun sambiloto yang sudah ditimbang, dihaluskan dengan mortar dengan ditambah air sebanyak 500 mL. Mencit diberi/disonde ekstrak daun sambiloto selama 1 minggu sesuai dosis. Setelah satu minggu mencit dimasukkan alat jebak. Ekor mencit dipotong dari ujung sepanjang 0.5 cm. Kemudian darah ditampung di tabung EDTA. Setelah itu mencit didislokasi dan diambil darah dari jantungnya. Sebanyak 50 µL darah diambil dan ditambah 950 µL larutan Turk. Diambil lagi 50 µL darah dan ditambah 950 µL larutan Hayem. Tabung berisi darah dan larutan diputar-putar perlahan. Homogenat diambil dan dimasukkan hemositometer lalu dihitung jumlah eritrosit dan leukositnya.









BAN IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa Prosedur
            Mencit ditimbang setiap hari sebelum perlakuan. Mencit yang digunakan ada tiga. Mencit pertama sebagai kontrol, mencit kedua untuk perlakuan dosis 1, dan mencit ketiga untuk perlakuan dosis 2. Daun sambiloto ditimbang sesuai dengan perhitungan masing-masing dosis. Besarnya dosis tergantung pada berat badan mencit setelah ditimbang. Daun sambiloto yang sudah ditimbang, dihaluskan dengan mortar dengan ditambah air sebanyak 500 mL. Mencit diberi/disonde ekstrak daun sambiloto selama 1 minggu sesuai dosis. Sonde dilakukan dengan memasukkan jarum tumpul spuit yang berisi ekstrak daun sambiloto pada tenggorokan sebelah kanan mencit. Sedangkan mencit kontrol tidak disonde ekstrak daun sambiloto, tetapi hanya diberi air. Setelah satu minggu mencit dimasukkan alat jebak untuk menangkap tubuh mencit dalam alat jebak sedangkan ekornya berada di luar alat jebak. Ekor mencit dipotong dari ujung sepanjang 0.5 cm sehingga darah keluar. Kemudian darah ditampung di tabung EDTA agar tidak cepat menggumpal. Anti koagulan yang sering dipakai pada pemeriksaan hematologi adalah Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA), EDTA yang digunakan tergantung dari jenis garam, konsentrasi garam EDTA, dan lamanya penundaan pemeriksaan. EDTA yang lazim digunakan adalah garam natrium EDTA (Na2EDTA) atau Kalium (K2 EDTA/K3EDTA). Sampai saat ini antikoagulan yang sering digunakan adalah Na2EDTA dalam bentuk serbuk (EDTA Konvensional) dan untuk memudahkan pengukuran dibuat menjadi larutan 10 % (Malau, 2006).
            Setelah itu mencit didislokasi dan diambil darah dari jantungnya karena darah dari ekor tidak cukup untuk dilakukan penghitungan komponennya. Sebanyak 50 µL darah diambil dan ditambah 950 µL larutan Turk. Larutan Turk berisi asam asetat 2% dan gentian violet 1% sehingga berwarna ungu. Gentian violet dapat memberi warna pada leukosit. Larutan ini bersifat melisiskan eritrosit dan trombosit, sehingga hanya leukosit yang tetap utuh (Gandasoebrata, 2006). Diambil lagi 50 µL darah dan ditambah 950 µL larutan Hayem. Larutan hayem bekerja dengan cara merusak sel-sel darah yang lain seperti leukosit dan trombosit selain sel darah merah/eritrosit (Patria, 2013). Tabung berisi darah dan larutan diputar-putar perlahan agar homogen. Homogenat diambil dan dimasukkan hemositometer lalu dihitung jumlah eritrosit dan leukositnya di bawah mikroskop.

4.2. Analisa Hasil
            Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh jumlah sel eritrosit yang paling banyak terdapat pada mencit dengan perlakuan kontrol yakni sebanyak 1.008×108 sel/mL. Lalu pada dosis 1 dan dosis 2 jumlah sel eritrositnya semakin menurun yakni berturut-turut sebesar 8.48×107 sel/mL dan 4.08×107 sel/mL. Sementara itu, jumlah sel leukosit pada mencit perlakuan kontrol merupakan tertinggi kedua setelah dosis 2, yakni sebesar 1.76×107 sel/mL. Sedangakan jumlah sel leukosit pada perlakuan dosis 1 sebesar 1.12×107 sel/mL dan naik pada perlakuan dosis 2 yakni dengan julah 6×107 sel/mL

 

















Gambar 5. Hubungan Pemberian Dosis Ekstrak Sambiloto Selama 1 Minggu terhadap Jumlah Eritrosit dan Leukosit pada Mencit
            Seperti yang terlihat pada gambar 5, menunjukkan adanya tren penurunan jumlah sel eritrosit dan tren kenaikan jumlah sel leukosit. Namun, dosis yang benar-benar bisa meningkatkan jumlah leukosit darah adalah dosis 2. Hal ini sesuai dengan Dalimunthe (2009) yang menyatakan bahwa, pemberian ekstrak daun sambiloto dapat meningkatkan jumlah neutrofil, limfosit, perbaikan jaringan paru-paru, hati dan ginjal yang meningkatkan sistem pertahanan tubuh. Ekstrak daun sambiloto mengandung nutrien yang tinggi karena mengandung protein kasar, P, Mg, dan vitamin C. Vitamin C digunakan sebagai antiinfeksi dan antistress oleh karena itu, vitamin C penting bagi kesehatan tubuh (Wattiheluw, 2007).
            Sel-sel darah putih (leukosit) terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit mempunyai bentuk inti tidak teratur dan dalam sitoplasma terdapat granula spesifik yang dinamakan heterofil. Agranulosit mempunyai inti dengan bentuk teratur, sitoplasma tidak mempunyai granula spesifik. Agranulosit dapat digolongkan sebagai monosit dan limfosit (Wattiheluw, 2007).
            Hasil penelitian Cahyaningsih (2003) menunjukkan bahwa melalui pemberian sambiloto pada dosis bertingkat akan meningkatkan heterofil darah ayam. Kenaikan tersebut diduga berkaitan erat dengan fungsi ganda sambiloto sebagai imunosupresan dan imunostimulan. Puri (1993) menyatakan bahwa selain mempunyai efek imunostimulan sambiloto juga berfungsi sebagai imunosupresan. Walaupun peningkatan dosis sambiloto aman untuk peningkatan jumlah leukosit, akan tetapi kelebihan sambiloto memberikan efek lain yang tidak baik bagi tubuh. Pendapat ini didukung oleh Muhlisah (2006) yang menuliskan bahwa beberapa orang mengalami gangguan pencernaan dan terjadinya peningkatan enzim hati sering dialami pasien penderita HIV saat diberi andrograpole hasil isolasi dengan dosis tinggi.
            Berdasarkan hasil penelitian Setyawati (2006) menunjukkan bahwa ekstrak daun sambiloto menyebabkan cacat tulang pada mencit betina bunting, hal ini menunjukkan bahwa sambiloto tidak baik dikonsumsi ketika hamil. Dalimunthe (2006) menyatakan secara umum sambiloto tidak menimbulkan efek samping yang serius, sampai saat ini jarang ditemui efek samping yang tidak diinginkan saat sambiloto digunakan. Uji toksisitas pada hewan coba menunjukkan bahwa andrographolide dan senyawa lain yang terdapat pada sambiloto memiliki toksisitas yang rendah.

Description: https://scontent-a-sin.xx.fbcdn.net/hphotos-xpa1/v/t1.0-9/10501724_772947019409237_8065520728991018708_n.jpg?oh=556ea0bbf09e76b0ca3879020b98a961&oe=550D9727 











Gambar 6. Leukosit pada perlakuan dosis 1 diamati melalui mikroskop

Description: https://fbcdn-sphotos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xpa1/v/t1.0-9/10372526_772949129409026_1088485246729410451_n.jpg?oh=674b31284a1bfa0cbd8c5aa7f7afb2f8&oe=54FEB52C&__gda__=1425709204_6b07ca7d8a748c69469a72b46bd765e8
 











Gambar 7. Leukosit pada perlakuan dosis 2 diamati melalui mikroskop

Description: https://fbcdn-sphotos-b-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xap1/v/t1.0-9/10408104_10203217469182675_4543382737836887815_n.jpg?oh=50d7b60b055a2f32f88304dd0f014c99&oe=5546E481&__gda__=1426950356_c9e615bb2f8ea4f912ba5b1467b61823 













Gambar 8. Eritrosit pada perlakuan dosis 1 diamati melalui mikroskop
Description: https://fbcdn-sphotos-d-a.akamaihd.net/hphotos-ak-xpa1/v/t1.0-9/10428586_10203217582585510_512422741929119344_n.jpg?oh=aa948b116498d91b1e918bc8f0ac795a&oe=55441AA6&__gda__=1425759692_ad5bf8a6acc00f7c8147a5a1cf24ba60 











Gambar 9. Eritrosit pada perlakuan dosis 2 diamati melalui mikroskop
Description: https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTXHj1Yk2X8dFZDr5OgrfV8QsRw-SNDVSV5Pn3wRsAnflU6jgyZ

Gambar 10. Leukosit (Relned, 2014)

Description: http://nhc.batan.go.id/images/devita5-2b.png 











Gambar 11. Eritrosit (Tetriana, 2008)




Description: http://onemedhealthcare.com/images/products/321_20120326_11255083.jpg 













Gambar 12. Tabung EDTA (Onemed, 2014)



























BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
            Pemberian ekstrak daun sambiloto setiap pagi hari sebelum makan selama 1 minggu pada mencit, menyebabkan peningkatan jumlah leukosit dalam darah. Dosis yang benar-benar dapat meningkatkan jumlah leukosit darah adalah dosis kedua yang berkisar 10 kali lebih banyak daripada dosis 1. Ekstrak daun sambiloto mengandung nutrien yang tinggi yang berfungsi sebagai imunostimulan.

5.2. Saran
            Untuk percobaan lebih lanjut, perlu diteliti apakan pemberian ekstrak daun sambiloto juga mempunyai dampak negatif bagi tubuh sesuai dengan literatur yang telah dibaca.
























DAFTAR PUSTAKA
Bachyar. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Cahyaningsih UK, Setiawan, dan Ekastuti DR, 2003. Health–promoting properties of common herbs. Am J of Clinical Nutrition (70): 491–499
Dalimunthe, Aminah. 2009. Interaksi Sambiloto (Andrographis paniculata). Medan: USU
Despopoulos, A dan S, Silbernagl. 2003. Color Atlas of Physiology. New York: Stuttgart
Ermawati, R. 2011. BIOLOGI. Jakarta: Mata Elang Media
Gandasoebrata, R. 2006. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat
Jamuborobudur. 2013. www.jamuborobudur.com. Diakses pada 24 November 2014
Layman, Dale. 2004. Physiology Demystified. Ney York: McGraw-Hill
Lyza, Riana. 2010. Hubungan Kadar Hemoglobin Dengan Produktivitas Kerja Pemanen Kelapa Sawit Pt. Peputra Supra Jaya Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan Propinsi Riau Tahun 2010. Sumatera Utara: USU

Malau, ED. 2006. Perbedaan Jumlah dan Morfologi Neutrofil pada Penggunaan EDTA Konvensional dan EDTA Vacutainer. Semarang: UNDIP
Muhlisah F, 2006.Tanaman Obat Keluarga. Jakarta: Penebar Swadaya
Onemed. 2014. onemedhealthcare.com. Diakses pada 10 desember 2014
Patria, D. A. 2013. Kadar Hemoglobin dan Jumlah Eritrosit Puyuh (Coturnix coturnix japonica Linn.) Setelah Pemberian Larutan Kombinasi Mikromineral (Cu, Fe, Zn, Co) Dan Vitamin (A, B1, B12, C) dalam Air Minum. Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume XXI, Nomor 1: 26-35
Puri A, Saxena R, Saxena RP, Saxena KC, Srivastava V,Tandon JS. Immunostimulant agents from Andrographis paniculata. Diakses melalui www.ncbi.nlm.nih.gov pada 10 Desember 2014
Relned. 2014. s282.photobucket.com. Diakses pada 10 Desember 2014
Setyawati, Iriani 2006. Perkembangan Skeleton Fetus Mencit (Mus musculus L.) setelah Pemberian Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees). Artikel penelitian. Bali: Universitas Udayana
Skill Lab. 2014. Prosedur Pemasangan NGT (Naso Gastric Tube). Malang: UMM
Starr, C dan B, Mcmillan. 2010. Human Biology. USA: Brooks/Cole, Cengage Learning

Tetriana, D. 2008. nhc.batan.go.id. Diakses pada 10 Desember 2014

Wahyuni, Sri. 2005. Pengaruh Daun Sambiloto (Andrographis paniculata, Ness) terhadap Kadar SPGT dan SGGT Tikus Putih. GAMMA Vol 1, No. 1: 45-53


Wattiheluw, MJ. 2007. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Saga, Sambiloto Dan Pare Terhadap Diferensiasi Sel-Sel Leukosit, Kandungan Fe, Zn Dan Hormon Testosteron Dalam Plasma Burung Perkutut (Geopelia Striata L.). Bogor: IPB

0 Response to "LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI HEWAN"

Posting Komentar